BUDAYA “WUAT WAI” DALAM MASYARAKAT MANGGARAI
salah satu
kebiasaan yang dilakukan orang manggarai untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu dengan
melakukan acara“Wuat Wai”.
Acara wuat wai
adalah suatu kebiasaan yang sudah bertahun-tahun di lakukan masyarakat Manggarai.
Dalam acara ini, kerabat keluarga
dan warga Masyarakat dalam satu kampung berkumpul bersama sama untuk
mengumpulkan dana dalam mendukung putra daerahnya melanjutkan studi ke
jenjang yang lebih tinggi. Dalam acara ini juga sebagai pelepasan sekaligus peneguhan kepada anak yang melanjutkan pendidikan tersebut.
Acara “Wuat
Wai”merupakan wujut dukungan nyata masyarakat
terhadap pentingnya pendidikan di Manggarai. Nilai
kebersamaan ini membuat orang Manggarai semakin bersatu melawan kebodohan.
Inilah suatu budaya atau tradisi yang harus dipertahankan bagi masyarakat di
Manggarai. Orang Manggarai menilaibahwa pendidikan
itu sangat penting
untuk bisa keluar dari garis kebodohan
yang menyebabkan kemiskinan.
adanya acara ini
memungkinkan orang yang kurang mampu,bisa melanjutkan pendidikan kejenjang
yang lebih tinggi . Kebiasaan
yang mementingkan kebersaman ini menunjukan bahwa orang Manggarai menjalin
keakraban yang sangat tinggi dan juga sifat kekeluargaannya sangat kuat.
“Wuat wai” sebagai
sarana mengumpulkan seluruh masyarakat satu kampung, dan sebagai ajang dukungan moril maupun materil untuk anak yang
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi. Kebiasaan
seperti ini sangat baik sebagai bekal sekaligus motivasi bagi anak dalam
meraih impiannya sebagai seorang sarjana. Dalam istilah orang Manggarai “
Lalong Bakok Du Lako’n, Lalong Rombeng Du Kole’n” artinya adalah anda pergi sebagai seorang yang biasa saja tetapi setelah anda
mendapatkan pendidikan yang tinggi dan anda berhasil, anda adalah harapan
dari sebuah keluaga dan berguna bagi banyak orang. sebuah petuah yang
sederhana sekali tetapi mengandung syarat nilai atau sebuah motivasi yang
tinggi.
A.
Definisi “ Wuat Wai “
Dalam kamus besar bahasa Manggarai
seperti yang dikutip oleh Adi M Nggoro dalam bukunya yang berjudul Budaya
Manggarai Selayang Pandang memberikan definisi acara Wuat Wai sebagai
berikut, Wuat wa’i adalah salah satu ritus budaya yang terdapat di daerah
Manggarai untuk melepas-pergikan seseorang ketika dia hendak keluar dari
kampung halamannya entah dalam negeri atau luar negeri. Entah untuk mengeyam
pendidikan lebih lanjut atau sekedar keluar untuk mengejar dan mengubah nasib
hidup agar menjadi lebih baik lagi (perantauan). Acara adat ini terdiri
atas dua kata yaitu Wuat dan Wa’i.Kalau
kedua kata ini di terjemahkan secara terpisah kemudian digabungkan, tidak
akan menghasilkan satu makna tunggal. Namun ketika kedua kata ini dilihat
sebagai satu frasa, maka kedua kata ini memiliki pengertian yang jelas. Wuat
dalam bahasa Manggarai diterjemahkan menjadi bekal dan wa’i adalah kaki.
Namun frasa wuat wa’i biasa didefinisikan seperti pendefinisian yang sudah
baku dalam kamus bahasa Manggarai dan seperti yang dimengerti secara benar
dalam masyarakat publik Manggarai.
Ada dua acara penting pada saat wuat wa’i. Kedua hal itu tidak dapat
dipisahkan satu sama lain karena wuat wa’i menjadi bermakna ketika keduanya
berjalan secara sinergis. Kedua hal itu yaitu tura manuk Bakok (Ayam putih)
dan pengumpulan dana sebagai bekal bagi yang bersangkutan ( Dia yang hendak
keluar dari daerah itu). Acara tura manuk bakok adalah bentuk doa dalam
agama asli daerah Manggarai berupa permohonan kepada sang wujud tertinggi (Mori
kraeng) agar perjalanannya selamat sampai di tempat tujuan. Makna ayam bakok
sendiri berarti ketulusan dan keselamatan. Warna bakok atau warna putih
adalah lambang kesucian. Sedangkan pengumpulan dana adalah sumbangan yang
diberikan secara suka rela oleh keluarga atau siapa saja yang mengikuti acara
tersebut.
Acara ini memiliki dua makna yaitu makna religius dan
makna solidaritas. Makna religius bisa dilihat dalam acara adat tura manuk
yang memohon penyertaan yang Ilahi (Mori Kraeng) dan makna solidaritas
terdapat dalam tindakan suka rela untuk membekali yang bersangkutan. Namun
dua makna ini bisa dikatakan sebagai acara pembekalan.
B.
Nilai
Solidaritas Acara Wuat Wa’i
Setiap unsur budaya pasti memiliki nilai. Dan nilai inilah
yang dikejar setiap manusia. Boleh dikatakan bahwa setiap tindakan manusia
entah secara sadar atau tidak sadar,selalu berorientasi pada nilai tertentu. Sehingga
tindakan kultural memiliki dimensi teeologis ketika tindakkan itu mengarah
kepada sesuatu hal yang berada di depan kita dan ada niat untuk meraihnya
secara konsekuen. Demikian juga acara
wuat wa’i yang kemudian mengalami perubahan secara dinamis menjadi
pesta sekolah memiliki orientasi nilai tertentu. nilai yang dikejar adalah
solidaritas antar sesama yang menjadi tujuan terpenting dalam hidup
kebersamaan di masyarakat tertentu. Nilai solidaritas ini menjadi nilai
universal yang dianut dan dikejar bersama. Bukan solidaritas kalau tindakan
ini dilakukan seorang saja.
Solidaritas mengandalkan adanya partner tindakkan. Di sini
ada keterlibatan subyek yang lain untuk menerima tindakan solider itu. Jika
tidak ada subyek yang lain, maka tindakan itu tidak bernilai sama sekali.
Bukan juga berciri simbolis tetapi adanya kekosongan nilai. Apa yang
ditawarkan di sana, tidaklah diperlihatkan secara gamblang. Namun ketika aksi
itu terjadi dalam sebuah masyarakat dan melibatkan seluruh warga masyarakat
dalam nuansa ketulusan, maka nilai solidaritas menjadi kelihatan pola
dasarnya dan kesejatiannya terpenuhi.
Frasa “Kesejatian yang terpenuhi” di sini
perlu disimak dengan baik karena frasa ini hendak mengatakan sesuatu secara
mendalam yaitu bahwa tindakan solider terjadi dalam masyarakat entah yang
mengakui heterogenitas yang memiliki niat yang sama untuk membantu yang lain
maupun dalam masyarakat homogen.
Nilai solidaritas tidak menjadi monopoli suku, daerah bahkan bangsa
tertentu. Nilai ini menjadi nilai universal yang ditawarkan kepadasemua orang
di manapun mereka berada. Nilai ini dianut dan dikejar oleh siapapun entah
yang berada padagolongan bawah ataupun golongan teratas. Namun aksi penyilangan dalam penyumbangan nilai sulit dijalankan
karena kesombongan golongan tertentu dan individualisme menjadi dewa baru
yang masih disembah dan sulit dilepaskan. Misalnya, golongan atas sangat sulit
untuk membantu mereka yang berasal dari golongan bawah. Atau mereka yang
berpangkat tinggi sangat sulit untuk membantu rakyat jelata. Masyarakat kecil
biasanya rela membantu dan mereka memberi dari kekurangan mereka sendiri
tanpa memandang golongan atau kedudukan. Solidaritas sejati terdapat dalam
masyarakat atau rakyat jelata ini.
C.
Bentuk-Bentuk Acara Dalam Wuat Wai
Acara wuat wai yang dilakukan oleh
masyarakat Manggarai mencakup beberapa bentuk acara yaitu:
1.
Jabat tangan sebagai symbol keakraban,
2.
Peneguhan berupa nasihat, petuah yang
Sangat berguna bagi anak dalam melanjutkan
pendidikan serta sebagai suatu motivasi,
3.
Perjamuan/makan bersama sebagai
lambang persaudaraan,
4.
Menari sebagai simbol kesenangan bagi
seluruh warga dan sebagai ungkapan kegembiraan bagi semua keluarga khususnya
bagi keluarga si anak yang melanjutkan pendidikan.
D.
Wuat Wa’i Dan
Dinamikanya Dalam Zama
Kebudayaan selalu bersifat dinamis. Sifatnya yang dinamis selalu
memiliki orientasi untuk selalu melawan kebiasaan statis dalam masyarakat.
Seluruh corak kehidupan masyarakat entah cara berpikir atau pun tindakanya
selalu bersifat dinamis. Cara berpikir yang satu tidak sama dengan
caraberpikir pada saat yang berbeda. Corak dinamis kebudayaan terjadi melalui
perubahan sosial yaitu perubahan cara berpikir, kesadaran akan
kebersamaan maupun faktor eksternal berupa pengadopsian corak budaya dari
luar daerah menjadi seolah-olah milik daerahnya. Kalau hal ini tidak
hati-hati, maka akan terjadi krisis identitas bagi penganut kebudayaan
tertentu.
Acara Wuat wa`i yang terdapat di
daerah Manggarai juga memiliki dinamika. Dan memiliki perkembangan dari jaman
ke jaman dan generasi yang
satu ke generasi lainnya. Namun dinamika itu tidak hendak menghapus corak asli
dari acara adat itu sendiri.
Pada mulanya acara ini hanya di
laksanakan ditempat yang sederhana dengan jumlah anggota yang terbatas. Namun
perkembangannya mulai berubah dengan didirikannya tenda (kemah) dan
penyewaaan soundsystem untuk memenuhi hasrat kaum muda berupa
acara disko dan dansa bagi kaum remaja atau orang yang sudah menikah dan
masih memiliki jiwa muda. Namun jangan lupa, di tengah gemerlap dan ramainya
acara pesta, anggota keluarga yang bersangkutan masih mengambil waktu sendiri
untuk membuat acara tura manuk bakok. Dan acara pesta yang cukup besar ini
hanya diperuntukkan bagi mereka yang hendak melanjutkan studinya ke jenjang
yang lebih tinggi yaitu studi di bangku perkuliahan. Sehingga orang jaman
sekarang kerap menyebutnya acara pesta sekolah.
Acara pesta sekolah adalah dinamika
dari acara wuat wa’i. Ketika acara pelepasan itu diadakan terbatas hanya
untuk keluarga besar, maka acara itu
tetap mendapat nama acara wuat wa’i. Namun ketika acara itu melibatkan banyak orang dari berbagai kampung,
maka acara berubah namanya menjadi pesta sekolah.
E.
Bagaimana Acara Ini Dapat Dipertahankan Masyarakat Manggarai
Acara wuat wai sebagai suatu kebiasaan yang baik bagi
orang manggarai tentulah merupakan suatu kebanggaan yang tak ternilai
harganya. Dengan kemajuan jaman sekarang sedikit demi sedikit kebiasaan yang
ada di sana mengalami perubahan dan bahkan hilang. Ini merupakan tugas berat
bagi kita semua kaum muda Manggarai sebagai generasi penerus. Acara ini sudah
berlangsung bertahun-tahun lamanya. Mungkin orang Manggarai sendiri tidak
menyadari makna dan pengaruh bagi kemajuan daerah Manggarai dari acara wuat
wa`i ini.
Acara ini berdampak positif bagi perkembangan sumber
daya manusia di Manggarai. Ini terlihat bahwa banyak anak yang berhasil
studinya sampai meraih gelar sarjana berkat acara wuat wai ini. Ini merupakan
kebanggaan bagi masyarakat Manggarai. Orang Manggarai memang masih
digolongkan daerah tertinggal dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia,
namun di balik itu semua kecintaan orang Manggarai terhadap pendidikan sangat
tinggi.
Acara wuat wai sebagai sarana untuk melanjutkan
pendidikan adalah suatu tradisi yang harus dipertahankan. Acara ini menjiwai
seluruh masyarakat Manggarai bagi perkembangan sumber daya manusia. Orang
Manggarai yang sebagian besar penduduknya hidup bercocok tanam memang
membutuhkan sumber daya manusia yang baik untuk mengelolanya. Sumber daya
alam yang berlimpah membutuhkan cara pengelolaan yang baik. Untuk itu orang
manggarai menyadari bahwa pendidikan itu sangat penting dan setiap masyarakat
di sana berjuang agar anaknya bisa melanjutkan pendidikan tinggi walaupun
orang tuanya kurang mampu.
Karakter daerah menjadi karakter bangsa. Bahkan karakter ke
indonesiaan kita adalah kulminasi dari nilai-nilai budaya yang dipegang teguh
oleh daerah-daerah yang terdapatdalam wilayah nusantara. Kita harus meyakini
bahwa tidak ada nilai budaya yang mengajarkan kejahatan moral tetapi semuanya
menyerukan kebaikan bersama.
Sangatlah mungkin kalau pencapaian kebaikan bersama itu menjadi tugas dari
masing-masing warga yang memiliki kesadaran kolektif untuk merangsang
kemajuan daerah.
|
Komentar
Posting Komentar